Oleh Kapten Wahyu D Phillips pada 4 April 2013 pukul 4:59
Badan Keamanan Rakyat (BKR) : Perjalanan Sejarah Perjuangan Sebagai Embrio Lahirnya Tentara Kebangsaan Serta Perannya Dalam Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pendahuluan
Pada
saat Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal
17 Agustus 1945, negara Indonesia tidak mempunyai pemerintahan dan juga
tentara. Segera sesudah proklamasi, pemerintah yang dibentuk
Soekarno-Hatta menciptakan aparatur pemerintahan namun hampir tidak
memperhatikan masalah pertahanan negara.
Pada
saat yang sama, jutaan pemuda yang telah dimobilisir selama periode
pendudukan Jepang tidak sabar menunggu untuk turut serta berperan. Namun
setelah mereka menyadari bahwa kira-kira mereka tidak akan mendapatkan
perintah atau mandat dari pemerintah yang sangat diharapkan, maka para
pemuda itu mengambil prakarsa dan inisiatif sendiri untuk menciptakan
alat pertahanan bagi negara Republik Indonesia yang baru lahir.
Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa para pemuda telah turun tangan untuk
mengisi kekosongan suatu alat pertahanan dengan cara membentuk
organisasi-organisasi perjuangan yang dikenal bernama “lasykar”,
namun mereka tidak mempunyai senjata, tidak terlatih, tidak berdisiplin
dan tidak memiliki pimpinan yang berpengalaman. Selain itu, mereka
seringkali berselisih paham dengan pemerintahan Soekarno dan tidak mau
menerima perintah dari pimpinan nasional yang tidak bersikap tegas dalam
menentang pendaratan pasukan-pasukan Sekutu dan Belanda, kemudian yang
berusaha menekan semangat mereka untuk bertindak.[1]
Oleh
sebab itu, pemerintah harus menciptakan sebuah pasukan bersenjata yang
dapat membantu menegakkan kekuasaannya di dalam negeri. Pada prinsipnya
sudah diakui perlunya sebuah tentara : dalam kabinet ada portepel untuk pertahanan.[2]
Namun, karena ada kemungkinan bahwa tentara pendukung Jepang akan
berkeberatan mengingat pihak Jepang secara resmi masih bertanggung jawab
atas pemeliharaan ketertiban umum, maka Soekarno tidak mengangkat
seorang Menteri Pertahanan.
Kemudian PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 mengumumkan terbentuknya sebuah “Badan Penolong Keluarga Korban Perang”
yang secara keorganisasian mencakup sebuah Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Di dalam undang-undang pembentukannya, fungsi BKR secara samar-samar
disebutkan sebagai “memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan”.[3]
Dalam
pidatonya, Presiden Soekarno mengajak pemuda-pemuda mantan PETA, Heiho,
dan pemuda lainnya untuk sementara waktu bergabung dan bekerja di dalam
BKR dan bersiap-siap untuk dipanggil menjadi prajurit tentara
kebangsaan jika telah datang waktunya.[4]
Tidak
semua para pemuda setuju dengan pembentukan BKR itu. Golongan yang
menghendaki dibentuknya sebuah tentara kebangsaan, tidak bersedia
memasuki BKR yang mereka anggap tidak dapat memenuhi aspirasi mereka.
Golongan ini membentuk semacam badan perjuangan dengan nama yang
beragam. Mereka itu pada umumnya berasal dari golongan yang sudah
membentuk organisasi-organisasi pada zaman Jepang, baik legal maupun
ilegal.
BKR
dapat dikatakan tidak pernah digunakan sebagai alat untuk menghentikan
berbagai kegiatan kaum pemuda yang tidak disetujui oleh pemerintah.
Bahkan seandainya BKR diperintahkan untuk menumpas organisasi-organisasi
yang tidak mau diatur, maka hal itu akan menimbulkan protes umum dari
kelompok generasi muda kaum nasionalis. Hambatan paling besar bagi BKR
untuk mencapai tingkat efisiensi militer yang lebih tinggi adalah tidak
adanya sebuah komando terpusat yang dapat mengangkat anggota-anggota
korps perwira. Seringkali kesatuan-kesatuan memilih komandan mereka
sendiri sehingga akibatnya kedudukan komandan itu tidak lebih dari
sebagai primus inter pares (yang pertama di antara sesama).[5]
Walaupun secara resmi BKR adalah aparat
untuk menjaga keamanan setempat, namun karena desakan situasi pada
waktu itu, maka BKR mempelopori usaha perebutan-perebutan senjata dari
tangan tentara Jepang.[6]
Badan-badan perjuangan di luar BKR pun melakukan pula hal yang sama.
Karena itu sebelum tentara resmi dalam bentuk Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) dilahirkan, kedua organisasi tersebut sesungguhnya telah mulai
melakukan tugas militer bagi Negara Republik Indonesia dalam rangka
usaha menegakkan kedaulatannya.
A. Pembubaran Tentara PETA Hubungannya Dengan Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Tentara
PETA lahir pada masa pendudukan Jepang dengan bantuann dari pihak
Jepang. Para pemimpin Republik Indonesia ketika itu mengkhawatirkan
bahwa PETA dapat dicap atau dijuluki sebagai satuan tentara Jepang,
sehingga pemerintah Republik Indonesia lebih memilih kebijakan
membubarkan PETA terlebih dahulu untuk kemudian pada 23 Agustus 1945
mengundang kembali mantan prajurit PETA bersama golongan pemuda lainnya
dalam menyusun suatu Badan Keamanan Rakyat.[7]
PETA
pada hakikatnya merupakan suatu organisasi ketentaraan yang lengkap dan
komplit yang dipersiapkan pada masa damai maupun untuk masa perang.
Susunan kesatuannya baik dari bawah sampai dengan level komandan
batalyon adalah murni terdiri dari suku bangsa Indonesia asli yang pada
waktu itu status formell di bawah pemerintahan Jepang.[8]
Mental
keprajuritan dan mental kebangsaannya tidak perlu diragukan lagi karena
mereka pada umumnya sebagian besar terdiri dari orang-orang pilihan
pada daerahnya berdasarkan aspek intelektualitas dan juga pengaruh
terhadap masyarakat daerahnya masing-masing.[9]
Setelah Jepang kekuasaannya sirna karena kalah dalam Perang Pasifik melawan pihak Sekutu tanggal 15 Agustus 1945, secara formeel wet begrip[10]
maka status hukumnya organisasi PETA tidak lagi terikat dengan Jepang.
Prajurit PETA yang dibubarkan tanggal 19 Agustus 1945 langsung
dipulangkan ke daerahnya masing-masing, padahal mereka itu merupakan
tenaga militan yang terlatih dan memiliki semangat kebangsaan yang
sangat tinggi.
Berdasarkan
dikeluarkannya Dekrit Presiden RI tanggal 22 Agustus 1945 sebagai
narasumber hukum berdirinya BKR, maka hal itu langsung digunakan untuk
membentuk wadah organisasi perjuangan dalam mempertahankan proklamasi
kemerdekaan yang telah dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945. Sekalipun
sistem komunikasi dan koordinasi pada waktu itu masih sangat kuno
(terbatas) dan juga sulit tetapi karena korps geest[11]
sangat tinggi, maka segala keputusan-keputusan penting yang perlu
diambil tidak terjadi penyimpangan dari pertimbangan pada umumnya.
Militansi
yang dimiliki mantan prajurit PETA mulai dahulu sampai sekarang baik
itu dari tingkatan prajurit bintara maupun perwiranya tetaplah konstan,
tidak luntur atau hilang karena dibubarkan. Itulah kaderisasi prajurit
PETA yang menunjukkan pendidikan ksatria murni sehingga semangat
miltansi tetap terjaga dengan sangat baik.
B. Kronologi Terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Keputusan
pemimpin nasional untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan
bukannya suatu tentara yang sungguh-sungguh dipengaruhi oleh
kekhawatiran bahwa Sekutu akan melakukan penghancuran terhadap Republik.
Hal ini berdasarkan atas perkiraan bahwa pada saat itu mereka belum
mempunyai cukup tenaga yang berketerampilan militer untuk mengadakan
perlawanan.
Para
pemimpin nasional memutuskan memakai strategi yang didasarkan atas
diplomasi dan bukan konfrontasi. Mereka mempertimbangkan dengan
mengambil sikap low profile, maka pihak Sekutu tidak akan terprovokasi oleh eksistensi Republik dan tidak akan bertindak represif. Gagasan low profile ini meliputi kebijakan untuk tidak membentuk tentara, melainkan hanya sebuah Badan Keamanan Rakyat (BKR).[12]
Faktor-faktor Strategi dan Kebijakan tentang Pembentukan BKR[13]
1) Kendala Tantangan Dalam Negeri
a. Sikap Jepang
Pada
18 Agustus 1945, tentara Jepang menerima telegram resmi yang
memerintahkan perlawanan dan permusuhan, dan pada 24 Agustus 1945, para
komandan pasukan berkumpul di Jakarta. Pada pertemuan itu dibacakan
Proklamasi Kerajaan untuk menghentikan permusuhan dan diadakan
penjelasan tentang kebijakan yang berhubungan dengan perkembangan
keadaan. Kebijakan tersebut meliputi :
Ø Mentaati hasil Proklamasi Kerajaan
Ø Menghormati Sekutu
Ø Persahabatan dengan bangsa Indonesia
b. Keadaan Pasukan Jepang
Perang
Pasifik telah berakhir, tentara Jepang di seluruh Indonesia yang
berjumlah 340.000 prajurit ditugaskan Sekutu untuk menjaga keamanan
sampai Sekutu datang dan mendarat ke Indonesia. Keadaan moral prajurit
dan perwiranya menurun akibat kekalahan dalam Perang Pasifik, namun rasa
disiplin mereka masih tinggi. Kemudian organisasi dan persenjataan juga
masih lengkap.
c. Pertimbangan Politis-Psikologis
Para
pemimpin Indonesia ingin menunjukkan pada dunia internasional bahwa
apabila di kemudian hari sebuah organisasi ketentaraan akan didirikan,
maka tentara itu bukanlah penerus organisasi paramiliter seperti PETA
dan Heiho yang dibentuk Jepang untuk melawan Sekutu.[14]
Namun merupakan suatu organisasi tentara yang berasal dari para
prajurit-prajurit Indonesia yang pernah mendapat pendidikan dan
pelatihan saat menjadi anggota PETA atau pun anggota Heiho.
2) Tantangan Luar Negeri
a. Mendapatkan pengakuan dari Sekutu terhadap keberadaan Indonesia sebagai Negara yang Merdeka dan Berdaulat
Hal ini dimaksudkan jangan sampai kemerdekaan Indonesia itu ditentang oleh pihak Sekutu.
b. Mengakhiri
secara Sah Kekuasaan Belanda atas Indonesia yang secara hukum
Internasional masih diakui Sekutu sebagai wilayah jajahan Belanda
Persoalan
ini timbul terutama karena proklamasi terjadi sesudah Jepang menyerah
kepada Sekutu, sehingga semua wilayah yang dikuasai Jepang harus
dikembalikan kepada Sekutu untuk selanjutnya dikembalikan kepada “yang
berhak”.
c. Menjadikan Dunia Internasional Sebagai Sumber Bagi Kemakmuran Bangsa Indonesia yang Merdeka
Pemikiran
ini dilandasi keyakinan bahwa kemerdekaan hanyalah suatu awal bagi
kehidupan bangsa yang adil dan makmur karena setelah proklamasi haruslah
dirancang pola dasar kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia.
Proses Lahirnya BKR
Pada 19 Agustus 1945, dua orang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yaitu Abikusno Tjokrosujoso dan Otto Iskandardinata,
dalam sidang pada hari itu mengusulkan pembentukan sebuah badan
pembelaan negara. Usul tersebut ditolak dengan alasan memancing
bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap
dan adanya ancaman intervensi Tentara Sekutu yang bertugas melucuti
persenjataan tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negerinya.
Demikian usul untuk membentuk suatu tentara kebangsaan yang terdiri dari
mantan prajurit PETA, Heiho, dan Angkatan Laut ditangguhkan. [15]
Pada
20 Agustus 1945, dibentuklah Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP). BPKKP semula bernama Badan Pembantu Prajurit dan kemudian
berubah menjadi Badan Pembantu Pembelaan yang keduanya disingkat BPP.
Pembentukan BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara
kesejahteraan anggota tentara PETA dan Heiho.[16]
Setelah PETA dan Heiho dibubarkan oleh Jepang tanggal 18 Agustus 1945,
maka tugas untuk menampung mantan anggota PETA dan Heiho ditangani oleh
Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).[17]
Seiring
dengan itu didirikan pula Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan
bagian dari BPKKP. Berita tentang pembentukan BPKKP dan BKR segera
dimuat untuk dikomunikasikan dalam harian surat kabar Soeara Asia
yang terbit pada 25 Agustus 1945. Di wilayah Jawa dan Sumatera,
sebagai jawaban atas proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia maka
muncullah berbagai badan perjuangan yang menamakan diri mereka barisan,
pasukan, atau pemuda.
Dalam sidang tanggal 22 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta, PPKI menetapkan :[18]
a. Badan
Keamanan Rakyat memiliki tugas pemeliharaan keamanan berama-sama dengan
rakyat dan jawatan-jawatan negeri yang bersangkutan.
b. BKR merupakan suatu bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Didirikan dari pusat sampai ke daerah-daerah.
c. Pekerjaannya harus dilakukan dengan sukarela.
Semula
BKR dimaksudkan sebagai suatu bagian dari Badan Penolong Keluarga
Korban Perang (BPKKP). Hal ini terlihat aneh, tetapi memang demikian
kenyataannya.[19] Adapun tugas dari BPKKP itu secara resmi berbunyi : “menjamin
kepada rakyat yang menderita akibat peperangan berupa pertolongan dan
bantuan dengan memelihara keselamatan dan keamanan”.
Pembentukan
BKR adalah sebagai penampungan organisasi-organisasi pembelaan negara
dalam wadah nasional. Nama sementara yang digunakan adalah BKR, suatu badan perjuangan tetapi akan ditingkatkan ke arah ketentaraan. Hal ini jelas tercermin dalam pidato Soekarno tanggal 23 Agustus 1945 yang berbunyi : “Kami
telah memutuskan untuk mendirikan dengan segera di mana-mana BKR, untuk
membantu penjagaan keamanan. Banyak sekali tenaga yang tepat untuk
melaksanakan pekerjaan ini. Mantan prajurit PETA, Heiho, Pelaut,
pemuda-pemuda yang penuh semangat pembangunan, mereka semua adalah
tenaga yang baik untuk pekerjaan ini. Karena itu saya mengharapkan
kepada kamu sekalian, hai mantan prajurit-prajurit PETA, Heiho, Pelaut
beserta pemuda-pemuda lain untuk sementara waktu masuklah dan bekerjalah
dalam BKR. Percayalah, nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk
menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia!!” Isi amanat tersebut di atas merupakan narasumber hukum lahirnya / terbentuknya Badan Keamanan Rakyat. [20]
Pembentukan BKR Di Daerah-Daerah
1) Jakarta
Para
pemuda dan mantan prajurit PETA di Jakarta berkumpul dan menentukan
struktur BKR sesuai dengan struktur teritorial zaman pendudukan Jepang.
Mereka yang menyatakan diri sebagai pengurus pusat terdiri dari Kaprawi,
Latief Hendraningrat, Arifin Abdurrahman, Machmud, dan Zulkifli Lubis.
BKR
Jakarta dibentuk pada bulan Agustus 1945 dipimpin oleh Moefreni Moekmin
yang beranggotakan beberapa orang antara lain Daan Mogot, Latief
Hendraningrat, Soeroto Koento, dan Sujono.
2) Bogor
BKR
di Bogor terbentuk pada bulan Oktober 1945. Beberapa pengurus antara
lain Husein Sastranegara, Toha, dan Dulle Abdullah. Belum sempat
mempersenjatai diri dengan kuat, BKR Bogor telah menghadapi penyerbuan
tentara Inggris pada 22 Oktober 1945. Dalam perundingan dengan Inggris
yang berlangsung di Jakarta, beberapa pimpinan BKR ditangkap pihak
Inggris dan diasingkan ke Pulau Onrust.
3) Jawa Tengah dan Jawa Timur
Pembentukan
BKR di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki pola yang sama dengan
proses pembentukan BKR di Jakarta dan Jawa Barat. Pada mulanya terdapat
inti mantan-mantan prajurit PETA kemudian menjadi pasukan dalam jumlah
besar karena ikut sertanya para pemuda dari golongan lain seperti
Keibodan, Heiho, dan Seinendan.
C. Dasar Hukum Dalam Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Pembentukan
BKR merupakan perubahan dari keputusan sidang yang telah diambil PPKI
dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945. Dalam sidang tersebut
diputuskan untuk membentuk tentara kebangsaan. Keputusan untuk tidak
membentuk tentara kebangsaan dilandasi oleh pertimbangan politik.
Pimpinan Nasional pada saat itu memutuskan terutama untuk menempuh cara
diplomasi dalam rangka memperoleh pengakuan terhadap kemerdekaan yang
baru diproklamasikan 17 Agustus 1945.[21]
Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 22 Agustus 1945 menetapkan keputusan sebagai berikut :
ª Sebagai induk organisasi yang harus mengerjakan dan memelihara
keselamatan masyarakat, maka didirikan suatu badan bernama Badan
Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).
ª Memelihara
keselamatan masyarakat dan keamanan adalah satu, karena itu di dalam
Badan Penolong Keluarga Korban Perang diadakan satu bagian bernama Badan Keamanan Rakyat.
ª Pimpinan Badan Keamanan Rakyat harus menjalankan pekerjaannya dengan sukarela.
ª Badan Keamanan Rakyat harus memelihara keamanan bersama dengan jawatan-jawatan negeri yang berkaitan.
ª Badan Penolong Keluarga Korban Perang dan Badan Keamanan Rakyat
berada di bawah pengawasan dan kepemimpinan Komite Nasional.
D. Arti Penting dan Makna Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk pada tahun 1945 sebagai :
Ø Pencetusan jiwa yang sudah lama bergelora semasa penjajahan yang
didorong oleh penderitaan saat penjajahan Belanda dan Jepang.
Ø Kecintaan terhadap tanah air yang sudah basah oleh keringat, air mata, dan pertumpahan darah.
Ø Kelanjutan sikap politik yang menginginkan tercapainya tujuan
proklamasi, namun sadar atas keadaan dan konsekuensi yang timbul.
Sambutan yang spontan terhadap pembentukan BKR menggambarkan :
Ø Tumbuhnya manusia yang taat dan dilandaskan jiwa semangat bela negara.
Ø Suatu
keharusan dan kesadaran akan kewajiban untuk membela negara. Mereka
merasa terpanggil untuk dapat mempertahankan kemerdekaan bangsa dan
negara.
Arti Badan Keamanan Rakyat (BKR) dalam Ketentuan Konstitusional
BKR
merupakan suatu organisasi kenegaraan di bidang pertahanan dan keamanan
yang merintis pelaksanaan ketentuan UUD 1945. Secara historis makna BKR
adalah suatu organisasi yang menjembatani suatu periode yang penting,
yaitu periode transisi dan transformasi dari “dunia penjajah yang sekarat” ke arah “dunia kebangsaan Indonesia yang sedang berjuang lahir di dunia”.[22]
E. Peran dan Tugas Badan Keamanan Rakyat (BKR) Terhadap Pertahanan Negara
Badan
Keamanan Rakyat (BKR) dalam tujuan pembentukannya melaksanakan beberapa
peran dan tugas yang diamanatkan oleh para pemimpin nasional. Contohnya
BKR Malang (Jawa Timur), melakukan upaya menangkap orang-orang utusan
Sekutu yang menyamar sebagai anggota Palang Merah Internasional. Hal
tersebut berdasarkan kecurigaan mereka terhadap anggota Red Cross
tersebut, yang saat ditangkap mereka membawa senjata, pistol dan
peralatan sistem komunikasi.[23]
Contoh
lainnya yaitu BKR melucuti persenjataan tentara Jepang. Tugas ini
dilaksanakan oleh BKR Madiun dan juga BKR Malang. BKR mengadakan
perundingan dengan pihak Jepang tentang masalah pelucutan senjata
Tentara Jepang. Perundingan tersebut berjalan dengan lancar dan pada
tanggal 20 September 1945, di markas Resimen Katagiri Butai[24] diadakan penyerahan persenjataan kepada BKR Malang.
Kesimpulan
Rekonstruksi
sejarah BKR tidak dapat dilepaskan dari seluruh proses perjuangan
kemerdekaan, sejak munculnya pergerakan kebangsaan (khususnya setelah
tahun 1930-an), sikap dan persepsi runtuhnya Hindia-Belanda di kalangan
pemuda, pengalaman masa pendudukan Jepang dan runtuhnya kekuasaan Jepang
yang mendadak pada 15 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Indonesia,
serta perjuangan diplomasi dan bersenjata sampai tahun 1949.
Pembentukan
BKR merupakan perubahan dari keputusan sidang yang telah diambil PPKI
dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945. Dalam sidang tersebut
diputuskan untuk membentuk tentara kebangsaan. Keputusan untuk tidak
membentuk tentara kebangsaan dilandasi oleh pertimbangan politik.
Pimpinan Nasional pada saat itu memutuskan terutama untuk menempuh cara
diplomasi dalam rangka memperoleh pengakuan terhadap kemerdekaan yang
baru diproklamasikan 17 Agustus 1945.[25]
Pembentukan tentara akan mengundang reaksi dari pasukan Jepang yang
masih memiliki sisa-sisa kekuatan dan juga reaksi dari pasukan Sekutu
yang akan segera mendarat di Indonesia.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan, BKR yang dibentuk tanggal 22 Agustus 1945,
bukanlah tentara dan bukan dimaksudkan sebagai satu organisasi
kemiliteran yang resmi. BKR di samping masih bersifat kerakyatan bukan bersifat kemiliteran, juga pembentukannya atas dasar individual, tidak secara en-bloc per kesatuan pasukan.[26] BKR
juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan sebab jabatan
tersebut kosong beberapa lama sebagaimana tidak adanya jabatan Panglima
Militer.
Pemerintah Soekarno-Hatta memang memaksudkan BKR hanya untuk memelihara ketentraman saja,[27] sesuai dengan strategi politik Soekarno-Hatta yang menitikberatkan segi diplomasi (perundingan).
BKR
tetap eksis karena rencana para pemimpin negara yang dipengaruhi oleh
keinginan tercapainya niat kemerdekaan. BKR yang pada umumnya dipimpin
oleh orang-orang yang pernah ditempa, dididik dan dilatih pada zaman
Jepang, ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik saat itu.
Kelanjutan dari gerakan BKR bukan hanya menjelmanya Tentara Kebangsaan
seperti ditujukan oleh gerakan itu saja. Namun lebih dari itu adalah
menjelmanya sikap dan semangat bela negara rakyat pada umumnya secara
alamiah.
BKR
bukan hanya sekedar pemersatu orang-orang yang rela berkorban untuk
mempertahankan negara pada waktu itu saja, bukan pula sekedar sikap
politik untuk menutupi sikap pemerintah yang sebenarnya, namun sebagai satu organisasi niat dan gerakan untuk pembangunan bangsa dan negara selanjutnya.
[1] Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi Fungsi ABRI. (LP3ES. 1986). hlm. 10
[2] Ibid, hlm. 11.
[3] T.B. Simatupang, Pelopor dalam Perang, Pelopor dalam Damai, (Jajasan Pustaka Militer, 1954), hlm. 55.
[4] Jend. A. H. Nasution. Tentara Nasional Indonesia Jilid I, (Djakarta : Ganeco, 1968), hlm. 103-104.
[5] Ulf Sundhaussen. op. cit., hlm. 12.
[6] Amrin Imran dkk, Sedjarah Perkembangan Angkatan Darat (Jakarta : Pusat Sejarah ABRI, Departemen Pertahanan Keamanan, 1971), hlm. 3.
[7] Pamoe Rahardjo, Badan Keamanan Rakyat : Cikal Bakal TNI (Jakarta : PETA PRESS, 1995), hlm. 266.
[8] Ibid, hlm. 213.
[9] Purbo S. Suwondo, PETA : Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa dan Sumatra 1942-1945, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 155.
[10] formeel wet begrip : menurut hukum. Lihat Pamoe Rahardjo, Badan Keamanan Rakyat : Cikal Bakal TNI (Jakarta : PETA PRESS, 1995), hlm. 214.
[11] korps geest : rasa solidaritas. Lihat Pamoe Rahardjo, loc. cit.
[12] Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 1979). hlm. 141-142.
[13] Pamoe Rahardjo, op. cit. hlm. 265
[14] Pamoe Rahardjo, Badan Keamanan Rakyat : Cikal Bakal TNI (Jakarta : PETA PRESS, 1995), hlm. 266
[15] Ibid, hlm. 157.
[16] Amrin Imran dkk, Sedjarah Perkembangan Angkatan Darat (Jakarta : Pusat Sejarah ABRI, Departemen Pertahanan Keamanan, 1971), hlm. 1.
[17] Jend. A. H. Nasution. op. cit., hlm. 114.
[18] Pamoe Rahardjo, op. cit., hlm. 67.
[19] Ibid, hlm. 264.
[20] Ibid, hlm. 199
[21] Amrin Imran dkk, loc. cit.
[22] Pamoe Rahardjo, op. cit., hlm. 272.
[23] Pamoe Rahardjo, op. cit., hlm. 201.
[24] Ibid, hlm. 204-205.
[25] Amrin Imran dkk, loc. cit.
[26] Lihat Yahya A. Muhaimin, Perkembangan Militer Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1982). hlm. 22.
[27] Yahya A. Muhaimin, loc.cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar